Penyidik Harus Ungkapkan Fakta Hukum

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendi memastikan hingga kini belum ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dugaan suap yang melibatkan Antasari Azharr. Kejaksaan baru menerima SPDP atas nama Chandra Hamzah dan Bibit Samat Rianto. Berkas Antasari yang ditangani Kejaksaan hanya untuk kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain.

Jampidsus menegaskan Kejaksaan masih menunggu penyerahan berkas Chandra dan Bibit, tersangka penyalahgunaan wewenang. Sejumlah pihak memang mendesak agar proses pemeriksaan Chandra dan Bibit dipercepat agar status perkara mereka jelas. Sejauh ini yang dilakukan Kejaksaan lebih sebagai koordinasi untuk mengantisipasi jangan sampai berkas perkara itu nanti bolak balik antara penyidik dan penuntut. Kalau berkas belum diterima, jelas Marwan, Kejaksaan tidak bisa berbuat apa-apa.

Dalam konteks kasus Chandra dan Bibit, Marwan menggarisbawahi pentingnya fakta hukum digali oleh penyidik. Kalau fakta hukumnya tidak memadai bukan mustahil berkas perkara bisa bolak balik, bahkan bisa dihentikan. “Kalau fakta hukumnya cukup tak bolak- balik. Kalau fakta hukumnya tak jelas, apa boleh buat,” ujarnya, tanpa menjelaskan maksud kalimat tersebut.

Dalam pernyataannya Minggu (27/9), Tim Pembela Chandra dan Bibit memang meragukan dasar polisi menetapkan status tersangka kepada dua pimpinan KPK nonaktif itu. Dalam penjelasan Kapolri Jum’at pekan lalu, penyidik masih yakin Bibit dan Chandra terlibat kasus suap. Tetapi Luhut Pangaribuan, anggota Tim Pembela Chandra dan Bibit, menepis tudingan tersebut. “Yang disampaikan Polri tidak sesuai fakta,” ujarnya.

Untuk menguatkan pernyataan itu, Bibit sudah menunjukkan dokumen-dokumen perjalanan yang membuktikan ia berada di Peru saat dituduh menerima uang dari Ari Muladi. Chandra Hamzah juga sudah memberikan klarifikasi. Soal penyalahgunaan wewenang yang juga dituduhkan penyidik, kata Chandra, akan dipertanggungjawabkan melalui proses hukum.


Sidang terbuka

Pada kesempatan terpisah Senin kemarin, Tim Pembela Chandra dan Bibit resmi melaporkan Kabareskrim Susno Duadji ke Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri. Ahmad Rifai, pengacara kedua tersangka, menyatakan pengaduan langsung diterima Irwasum, Yusuf Manggabarani. Pengaduan juga ditembuskan kepada Presiden dan Menko Politik, Hukum, dan Keamanan, Widodo AS.

Menurut pandangan Tim Pembela, ada dugaan pelanggaran kode etik dalam proses penyidikan perkara Chandra dan Bibit. Sehingga penyidik berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia, khususnya larangan memaksakan penyelidikan dan penyidikan untuk kepentingan pribadi penyidik. Atas dugaan pelanggaran itu, Tim Pembela meminta Irwasum segera mengelar sidang kode etik yang bersifat terbuka. “Kami minta segera dilaksanakan sidang disiplin dan kode etik yang terbuka,” kata Rifai.


Tim Pembela malah menyerang balik penyidik dengan potensi pelanggaran pasal 421 KUH Pidana. Pasal ini merumuskan “Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”. Pasal inilah yang digunakan polisi untuk menjerat Chandra dan Bibit.

Harapan Tim Pembela tergantung sepenuhnya pada Kapolri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 tadi, yang berwenang menunjuk siapa pimpinan dan anggota persidangan adalah Kapolri. “Kapolri yang menentukan,” pungkasnya. (Rfq)

Sumber: Hukumonline

0 komentar:

Posting Komentar