SIARAN PERS: Penyidikan terhadap Dua Pimpinan KPK Harus Segera Dihentikan

Untuk dan atas nama Pimpinan KPK yang pada saat ini telah ditetapkan statusnya sebagai Tersangka, dengan ini kami sampaikan bahwa Mabes Polri harus menghentikan proses penyidikan terhadap dua pimpinan KPK Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto karena mereka telah salah dalam menerapkan pasal terhadap kedua pimpinan KPK tersebut.

Penetapan proses penyelidikan kepada kedua deputi KPK tersebut akan menimbulkan malapetaka dan benturan-benturan dalam proses penegakan hukum di Indonesia yang bisa berakibat secara seruius pada konstruksi hukum dan komitmen pemerintahan Indonesia pada era reformasi dalam memerangi dan memberantas korupsi. Ketegangan yang terjadi antara para aparat hukum dengan pemaksaan penyelenggaran prosedur dan kewenangan, dalam hal ini pihak kepolisian untuk memeriksa dan menetapkan status tersangka pada Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto.

Pemeriksaan dan penetapan tersangka kedua Pimpinan KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang merupakan kriminalisasi terhadap pelaksanaan wewenang KPK yang diberikan langsung oleh UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK (“UU KPK”). Sebuah mandat dan tanggung jawab KPK yang pada pelimpahannya ditentukan oleh Undang-Undang dan merupakan turunan langsung dari tuntutan pemberantasan korupsi dan reformasi hukum di Indonesia pada periode setelah Presiden Soeharto. Mengutip Sdr. Alexander Lay, “Forum Pidana bukanlah forum yang tepat untuk menerjemahkan atau mendefinisikan ulang kewenangan KPK.” Selama ini KPK telah menyelesaikan penyelidikan atas lebih dari 100 kasus yang seluruhnya diterima dan diputuskan Pengadilan dengan baik.

Pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor (“UU Tipikor”) jo. 421 KUHP tidak tepat dikenakan kepada kedua pimpinan KPK karena tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam penetapan dan pencabutan cekal atas Joko S. Chandra dan penetapan cekal atas Anggoro Widjojo.

Sejak KPK Periode Pertama surat penetapan cekal tidak harus dilakukan atau dikeluarkan secara kolektif kolegial oleh Pimpinan KPK. Di dalam KPK sudah ada pembagian kewenangan berdasarkan peraturan internal KPK.

Oleh karena itu, penetapan dan pencabutan cekal atas Joko S. Chandra dan penetapan cekal atas Anggoro Widjojo oleh Pimpinan KPK, termasuk yang dilakukan oleh Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto sudah sesuai kebiasaan yang berlaku sejak KPK dibentuk.

Pengambilan keputusan secara kolektif kolegial oleh Pimpinan KPK dilakukan untuk keputusan peningkatan penyelidikan menjadi penyidikan atau penyidikan menjadi penuntutan, dan tidak wajib dilakukan untuk penetapan dan/atau pencabutan cekal.

Pencekalan dan/atau pencabutan cekal serta semua upaya paksa lain yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum dapat diajukan ke PRAPERADILAN jika dianggap tidak sesuai prosedur.

Mekanisme lain yang bisa ditempuh adalah melalui gugatan REHABILITASI DAN/ATAU KOMPENSASI sesuai pasal 63 UU No. 20 Tahun 2002 tentang KPK.


Jakarta, 17 September 2009

0 komentar:

Posting Komentar