Chandra M Hamzah: Advokat juga Bisa Memberantas Korupsi


Gagal jadi Ketua KPK bukan masalah. Yang terpenting adalah berpartisipasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Gedung Nusantara II DPR, Rabu (5/12) malam, mendadak jadi panggung pertunjukan. Para aktornya adalah Bapak-Ibu wakil rakyat dari Komisi III. Di depan puluhan sorotan kamera, mereka bertingkah layaknya pemain teater sungguhan.

Anggota Komisi III dari FPG Aulia A Rahman, misalnya, mengitari ruangan sebelum akhirnya berhenti di samping kotak suara. Kemudian ia merogoh kertas yang terselip di saku jasnya. Tapi ia tak langsung memasukkan kertas suara itu ke kotak. Ia kecup dulu kertas itu, dengan bibir menebar senyum. Nyaris seluruh pengunjung, termasuk wartawan, menjadikannya pusat perhatian. "Tidak perlu heran. Mereka semua pemain teater," ujar Ketua Komisi III Trimedya Pandjaitan, menenangkan pengunjung yang berisik.

Malam itu, Komisi III sedang menggelar hajatan besar: pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011. Tak ada interupsi bertubi-tubi waktu itu. Yang ada ialah gojlok-gojlokan antar anggota. Canda tawa pun kerap meletup.

Di tengah ´pegelaran teater´ itu, tersebutlah nama Chandra M Hamzah sebagai pengumpul suara terbanyak di putaran pertama. Meski akhirnya ia dikalahkan Antasari Azhar di putaran kedua, toh banyak orang dibuatnya terbelalak. Siapakah Chandra?

Chandra adalah partner sekaligus pendiri sebuah kantor hukum di Jakarta. Lelaki kelahiran 25 Februari 1967 ini merupakan pimpinan KPK termuda di antara empat pimpinan KPK yang lain. Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menjadi satu-satunya pimpinan KPK dari unsur advokat. Pada periode sebelumnya, tak ada satu pun pimpinan KPK yang berasal dari advokat.

Di tengah kantuk yang mengamuk, Kamis (6/12) sekitar pukul 19.30 WIB, di sebuah hotel di jalan Sudirman Jakarta, Chandra mengungkapkan pikiran dan harapannya. "Dengan latar belakang saya sebagai advokat, dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi, mudah-mudahan saya bisa memberikan sudut pandang lain," tuturnya.

Berikut ini petikan selengkapnya perbincangan hukumonline dengan Chandra.

Bagaimana perasaan Anda setelah terpilih menjadi pimpinan KPK?
Jangan tanya perasaan dong. Hahaha. Yang jelas ini adalah suatu amanah yang mesti dijalankan karena memang harapan bangsa Indonesia selain masalah perekonomian juga menginginkan adanya perbaikan terhadap penegakan hukum, terutama korupsi. Masyarakat Indonesia menganggap dengan adanya korupsi tersebut, maka hak-hak masyarakat yang seharusnya dinikmati masyarakat, hanya dinikmati oleh segelintir koruptor.
Kalangan LSM cukup kecewa dengan hasil pemilihan Ketua KPK. Sementara Anda mendapat dukungan luas dari kalangan LSM. Bagaimana Anda mempersepsi dukungan itu?
Sebenarnya saya juga berterima kasih. Dukungan dari manapun, itu adalah sebuah modal. Dukungan dan kepercayaan dari masyarakat, termasuk LSM dan masyarakat lainnya yang lebih banyak tidak bersuara, sangat diperlukan. Pesan saya, kita bisa membuat gerakan pemberantasan korupsi ini sebuah gerakan yang bersifat massal. Masyarakat, siapa pun juga, perlu melakukan upaya-upaya sederhana untuk tidak melakukan korupsi. Contohnya, jangan bayar polisi karena ditilang.
Anda pernah menyebut membangun kultur anti korupsi merupakan hal terpenting. Mengapa demikian?
Karena pada dasarnya hal terbaik adalah adanya suatu masyarakat yang tidak korupsi tanpa harus diawasi, tanpa adanya penegak hukum. Itu idealnya. Tapi itu tidak mungkin. Kalau misalnya tidak, ada sebagian besar masyarakat yang tidak diawasi pun tidak melakukan tindak pidana korupsi.

Soal KPK, hal apa saja yang menurut Anda perlu dibenahi?
Yang pertama, diperlukan suatu perangkat perundang-undangan yang lebih baik dibandingkan yang sekarang sehingga kita bisa lebih mempunyai dasar hukum untuk melakukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Kita perlu mengadopsi UNCAC (United Nations Convention Against Corruption 2003). Salah satu yang terpenting dari UNCAC ialah, bahwa penyitaan terhadap aset korupsi itu bukan hanya aset yang langsung diakibatkan tindak pidana korupsi, tetapi juga aset yang langsung maupun tidak langsung dihasilkan dari tindak pidana korupsi. Itu adalah pengembangan konsep mengenai aset hasil korupsi. Poin penting lainnya adalah, kategori pejabat publik bukan hanya pejabat yang menerima gaji dari negara, tetapi pejabat yang melakukan fungsi publik juga termasuk pejabat publik.

Berarti UU Tipikor yang ada sekarang kurang memadai?
Ya betul. Jadi beberapa peraturan perundang-undangan perlu diselaraskan sehingga dapat menyesuaikan perkembangan terbaru dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu, yang terpenting lainnya adalah kerjasama internasional.

Beberapa kalangan kecewa terhadap komposisi pimpinan KPK sekarang. Bagaimana pendapat Anda soal ini?
DPR sebagai lembaga yang punya kewenangan untuk memilih pimpinan KPK sudah melakukan itu. Dengan komposisi sekarang tentu KPK diharapkan lebih baik, lebih maju. Sama-sama kita harapkan. Kalaupun terjadi hal-hal lain masyarakat bisa menilai, mengkritisi dan mengingatkan.

Pada periode sebelumnya tak ada pimpinan KPK yang berasal dari advokat. Kira-kira kontribusi apa yang bisa Anda berikan sebagai pimpinan KPK yang berlatar belakang advokat?
Dengan latar belakang saya sebagai advokat, dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi, mudah-mudahan saya bisa memberikan sudut pandang lain.

Seperti apa sudut pandang lain itu?
Selama ini polisi dan jaksa hanya melihat dari sudut pandang penyelidik dan penyidik. Saya bisa menunjukkan bukti bahwa komplikasi dari suatu transaksi yang digunakan untuk tindak pidana korupsi itu juga mungkin. Jadi tidak hanya korupsi-korupsi yang tradisional.

Sewaktu fit and proper test, kemampuan Anda dalam hal penyelidikan dan penyidikan diragukan karena Anda berasal dari advokat. Bagaimana Anda menjelaskan soal ini?
Pertama, bahwa saya pernah di TGPTPK (Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) di Kejaksaan Agung. Walaupun itu bukan penyelidikan dan penyidikan, tapi saya pernah membantu. Kedua, apa yang dilakukan advokat sebenarnya tidak berbeda jauh dengan apa yang dilakukan kejaksaan atau kepolisian. Misalnya, advokat mempunyai pekerjaan melakukan due diligence, yang bisa bersifat investigatif. Bahkan saya pernah ikut penyelidikan hukum yang bersifat investigatif untuk mengetahui di mana salahnya suatu transaksi dan segala macam. Dan itu sama dengan yang dilakukan kejaksaan atau kepolisian. Soal penuntutan, advokat juga terbiasa mengajukan gugatan perdata. Pada dasarnya itu ada kesamaan dengan dakwaan.

DPR menekankan bahwa yang diperlukan sekarang adalah pimpinan KPK yang mampu melakukan fungsi supervisi. Bagaimana konsep supervisi menurut Anda?
KPK tidak akan pernah bisa menangani seluruh kasus korupsi di Indonesia karena lembaganya kecil. Kalaupun bisa, maka KPK perlu dikembangkan sedemikian besar. Karena itu maka akan ada supervisi. Jadi pentingnya supervisi adalah bagaimana KPK dapat menggerakkan aparat-aparat penegak hukum di daerah untuk melakukan pemberantasan tipikor. Konsepnya cuma satu. Sederhana sekali. Setiap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum di tingkat yang paling bawah, menurut ketentuan Undang-Undang, harus dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 14 hari sejak dimulai penyilidikan. Hal ini, kabarnya, tidak pernah dilakukan. Seandainya dilakukan, itu akan bagus sekali. Begitu ada penyelidikan, langsung lapor kepada KPK. Kalau semuanya oke, KPK tidak perlu intervensi lagi. Sekali jalan bagus.

Kalau misalnya, dari segi nominal korupsi itu cukup besar, apakah akan diambil alih KPK?
Nggak perlu melihat nominalnya. Selama penyelidikan dan penyidikan itu dilakukan aparat penegak hukum secara baik, dan berjalan dengan tidak menimbulkan korupsi lagi, KPK cukup mensupervisi dan melihat.

Dalam fit and proper test, Anda menyatakan masa depan KPK tergantung DPR sebagai wakil rakyat. Jawaban itu terkesan normatif. Secara pribadi, apakah sebenarnya Anda menginginkan KPK berumur panjang?
Saya jawab begitu dalam fit and proper test karena kewenangan mengadakan dan meniadakan KPK itu ada di DPR. Kita hanya pelaksana Undang-Undang. Tetapi harapan saya pribadi begini. Ada fungsi-fungsi KPK yang tidak pernah dijalankan oleh kejaksaan dan kepolisian yaitu supervisi, koordinasi dan monitoring. Kalau kita berkaca dari negara lain, di Hongkong misalnya, lembaga anti korupsinya sudah 20 tahun masih berjalan. Jadi kita hebat kalau KPK sampai 20 tahun.

Banyak orang berpendapat KPK itu lembaga ad hoc. Tapi di UU juga tidak disebutkan kapan KPK akan berakhir. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal ini?
Ad hoc berarti dibentuk oleh suatu lembaga, di mana lembaga itu memiliki kewenangan yang kemudian didelegasikan kepada lembaga ad hoc. Katakanlah Timtas Tipikor. Itu ad hoc, karena kewenangan sebenarnya ada di Kejaksaan Agung. Timtas Tipikor dibentuk sebagai lembaga ad hoc untuk melaksanakan fungsi tertentu.

Berarti ad hoc bukan berarti dibatasi waktu tertentu?
Ada fungsi tertentu atau ada waktu tertentu. Tetapi yang jelas dia harus dibentuk lembaga yang sudah ada sebelumnya. Kalau KPK, dibentuk oleh DPR dan pemerintah melalui Undang-Undang. DPR tidak melimpahkan kewenangannya kepada KPK. Jadi KPK bukan lembaga ad hoc. Apalagi di UU tidak disebutkan.

Meroketnya nama Anda cukup mengejutkan, meski akhirnya kalah dari Antasari Azhar. Sebelumnya, apakah Anda punya ambisi untuk jadi Ketua KPK?
Bukannya ambisi ingin jadi Ketua KPK. Bahwa saya ingin berpartisipasi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Karena saya menganggap korupsi adalah proses pembodohan. Tidak jadi Ketua KPK tidak masalah.

Bagaimana profesi Anda selaku advokat setelah terpilih menjadi pimpinan KPK? Bagaimana juga kasus-kasus yang sedang Anda tangani?
Saya tinggalkan profesi saya, termasuk kasus-kasus yang sedang saya tangani. Sesuai Undang-Undang Advokat, advokat yang menjadi pejabat negara harus berhenti dari profesinya selama menjabat jabatan itu. Di Undang-Undang KPK juga begitu. Tentu untuk menghindari conflict of interest. (Her)


Sumber: Hukumonline

0 komentar:

Posting Komentar