Tim Pembela meragukan apakah Mabes Polri memiliki bukti permulaan yang cukup untuk memanggil Pimpinan KPK.
Setelah cicak dan buaya, kini muncul istilah godzilla. Istilah terakhir dikeluarkan oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji. Pernyataan itu bisa jadi hanya kelakar atau bahkan sebenarnya tidak terkait dengan langkah Mabes Polri memeriksa Pimpinan KPK. Namun, pernyataan Hendarman yang menganalogikan godzilla sebagai bentuk sinergi Kepolisian dan Kejaksaan, kadung membuat merah telinga para penggiat anti korupsi. Pernyataan Hendarman dianggap sebagai penegasan bahwa memang ada upaya pelemahan KPK.
Jika Kepolisian dan Kejaksaan bersinergi, KPK kini juga punya mitra sinergi. Mereka adalah 20 orang advokat yang menyatakan siap menjadi Tim Pembela Kriminalisasi Kewenangan KPK (Tim Pembela). Dimotori sejumlah advokat ternama seperti Bambang Widjojanto, Luhut MP Pangaribuan, Arief T Surowidjojo, Iskandar Sonhaji, Alexander Lay, dan Abdul Fickar Hadjar, Tim Pembela akan fokus mendampingi Pimpinan KPK yang tengah menjalani proses hukum di Bareskrim Mabes Polri.
"Besok (Selasa, 15/9), Tim Pembela akan mendampingi dua Pimpinan KPK yang kembali menjalani pemeriksaan," ujar Bambang Widjojanto, Juru Bicara Tim Pembela, saat jumpa pers di gedung KPK, Senin (14/9).
Sebagaimana telah diberitakan, Jumat lalu (11/9), empat Pimpinan KPK akhirnya memenuhi panggilan Bareskrim Mabes Polri. Chandra M Hamzah dkk dimintai keterangan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang di KPK. Usai pemeriksaan, dua dari Pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah diagendakan untuk diperiksa kembali.
Bambang menegaskan keputusan Tim Pembela membantu KPK murni sebagai bentuk keprihatinan kalangan advokat terhadap nasib pemberantasan korupsi di negeri ini. Makanya, sejak gagasan ini pertama kali muncul, Tim Pembela berniat ‘tidak pasang harga’ seperti laiknya seorang advokat mendampingi klien. "Secara prinsip, bantuan ini bersifat pro bono (cuma-cuma, red.)," ujarnya.
Tidak hanya itu, Bambang juga menegaskan komitmen Tim Pembela bahwa bantuan kepada KPK ini tidak akan berlanjut pada deal-deal dalam penanganan kasus korupsi yang sedang atau akan mereka tangani. "Kami ini, orang-orang independen, jadi kami akan saling mengingatkan satu sama lain. Ini komitmen," tegasnya.
Wacana ‘balas budi’ sebelumnya juga muncul ketika sejumlah advokat seperti Denny Kailimang, Mohammad Assegaf, Hotma Sitompul, dan Juniver Girsang menjadi tim penasihat hukum Ketua KPK non aktif Antasari Azhar. Denny dkk dicurigai kalangan LSM anti korupsi, membantu Antasari demi kepentingan kasus korupsi yang sedang atau akan mereka tangani.
Tim Pembela, jelasnya, dibentuk didasari keprihatinan karena proses hukum di Mabes Polri berpotensi mengarah pada tindakan kriminalisasi kewenangan. Tim Pembela juga menuding tindakan Mabes Polri memanggil Pimpinan KPK merupakan bentuk deligitimasi dan dekonstruksi pemberantasan korupsi.
Di luar itu, pada prinsipnya, Tim Pembela sepakat bahwa prinsip equality before the law atau persamaan di depan hukum harus ditegakkan, termasuk kepada Pimpinan KPK sekalipun. Namun, ia mengigatkan bahwa ada prinsip lain yang harus ditegakkan yakni Geen straaf zonder schuld atau tidak ada yang dapat dituntut di muka peradilan tanpa adanya kesalahan.
Makanya, Tim Pembela meragukan apakah Mabes Polri memiliki bukti permulaan yang cukup untuk memanggil Pimpinan KPK. Jika dasar pemanggilannya adalah testimoni Antasari Azhar, Bambang mengidentifikasi sebuah kejanggalan. Pasalnya, testimoni hanya menyebut keterkaitan Pimpinan KPK dengan kasus PT Masaro. Namun, dalam proses pemeriksaan para Pimpinan KPK, kemudian muncul keterkaitan lain yakni penyalahgunaan wewenang dalam proses pencekalan Joko S Tjandra.
Itu baru satu keganjilan yang diidentifikasi Tim Pembela. Selain itu, Tim Pembela juga mempertanyakan rentang waktu antara surat panggilan pertama dan kedua yang hanya satu hari. "Kami akan kaji semua proses hukum yang berjalan, termasuk kemungkinan terjadinya pelanggaran prosedur," dia menambahkan.
Sementara itu, sebagaimana dilansir kompas.com, Staf Khusus Presiden bidang Hukum, Denny Indrayana mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya memahami terjadinya gesekan antara KPK dan Polri. Namun, Presiden menegaskan tidak akan ikut campur proses hukum yang berjalan. (Rzk)
Sumber: hukumonline
0 komentar:
Posting Komentar