Tampilkan postingan dengan label Arsip Wawancara Bibit Samad Rianto. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Arsip Wawancara Bibit Samad Rianto. Tampilkan semua postingan

Pengacara Temukan Perubahan Isi BAP Bibit



Jakarta (ANTARA News) - Tim pengacara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah menemukan perubahan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas nama Bibit Samad Riyanto.

Anggota tim pengacara, Achmad Rifai ketika dihubungi di Jakarta, Selasa, mengatakan, ada beberapa keterangan yang disampaikan Bibit tidak dimasukkan ke dalam BAP oleh penyidik Mabes Polri. Namun, ada beberapa keterangan yang tidak disebutkan justru muncul di BAP."

Jadi dalam BAP ada yang disebutkan oleh klien kami tetapi tidak dimasukan. Dan ada yang tidak disebutkan oleh klien kami malah dimasukan," Kata Rifai.

Bibit dan Chandra ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan status cegah (larangan pergi ke luar negeri) terhadap pengusaha Djoko Tjandra dan Anggoro Widjojo.

Rifai mencontohkan, perubahan itu muncul dalam jawaban Bibit atas pertanyaan penyidik polisi tentang dasar hukum bagi KPK dalam penerbitan cegah terhadap seseorang. "Pak Bibit jawab ada (dasar hukum) tetapi di BAP dibilang tidak ada," kata Rifai.

Dasar hukum yang dimaksud adalah pasal 12 Undang-undang KPK yang secara tegas memberikan kewenangan kepada KPK untuk mencegah seseorang untuk pergi ke luar negeri.

Selain itu juga ada pasal 25 dan pasal 21 Undang-undang KPK. Pasal-pasal itu pada intinya menyatakan bahwa kepemimpinan KPK bersifat kolegial, namun KPK berwenang menerbitkan aturan internal untuk mengatur mekanisme tata pelaksanaan kerja KPK.

Ketentuan itu ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Pimpinan KPK nomor 33 tahun 2007 dan Surat Keputusan Pimpinan KPK nomor 447 tahun 2008 tentang Pembagian tugas Pimpinan.

Keputusan itu kemudian dituangkan dalam dituangkan lagi dalam bentuk prosedur operasional standar yang dilaksanakan oleh masing-masing unit kerja kedeputian, direktorat, kesekjenan dan biro-biro di KPK.

"Jadi itu bukti pencekalan sudah sesuai dengan aturan," kata Rifai.

Menurut dia, Bibit pernah mengklarifikasi perubahan isi BAP itu kepada pihak kepolisian. Bibit meminta keterangan yang dia berikan seharusnya dituangkan apa adanya dalam BAP, tidak perlu diubah.

Menurut Rifai, upaya untuk mengubah BAP merupakan pelanggaran hukum. "Oleh karena itu kita kemarin melaporkan ke Itwasum (Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri)," katanya.
Meski sudah menerima laporan , Itwasum tidak menyatakan perubahan BAP sebagai bentuk pelanggaran.

"Karena itu kita tidak percaya lagi mereka (polisi) bisa independen untuk menyelidiki dugaan kasus tersebut," kata Rifai menambahkan. Rifai juga menyesalkan terlambatnya penyerahan turunan BAP dari penyidik Polri ke pihak Bibit dan Chandra serta penasihat hukum mereka.

Menurut Rifai, penyidik Polri tidak segera menyerahkan BAP itu karena berkonsultasi dengan pimpinan mereka. "Ini kan sudah intervensi pimpinan ke penyidik dalam penyidikan," katanya.

BAP itu baru diterima Bibit dan Chandra serta pihak penasihat hukum pada pekan lalu. Padahal, seharusnya BAP tersebut sudah diterima pada 18 September 2009.(*)
Foto: Vivanews.com

Bibit dan Chandra Mengaku Tetap akan Kooperatif


Senin, 12 Oktober 2009 , 21:41:00

JAKARTA- Meski tetap menilai tak jelas arah pemeriksaannya, Wakil Ketua KPK (nonaktif) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah memastikan akan tetap memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri. Termasuk juga mendatangi Bareskrim untuk melapor diri, selepas dinyatakan sebagai tersangka atas kasus penyalahgunaan wewenang dan penyuapan. "Kamis nanti juga kita akan penuhi wajib lapor," kata pengacara Bibit-Chandra, Ahmad Rifai, Senin (12/10).


Ahmad Rifai tetap mempertanyakan langkah penyidik yang kerap berjanji akan memeriksa Bibit-Chandra, tapi saat pelaksanaannya, rencana itu digagalkan tanpa alasan jelas. Tindakan seperti ini, lanjut dia, diulangi saat kedua kliennya dipanggil Senin hari ini. Diakui, dia juga tengah menelusuri kebenaran informasi bahwa sebelum menetapkan Bibit-Chandra sebagai tersangka, Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD), sempat memaparkan kasusnya ke Presiden SBY.


Paparan tersebut berisi kronologi dan pengakuan (testimoni) Anggoro Widjojo dan Ary Mulady bahwa ada beberapa petinggi KPK menerima suap senilai Rp 5,15 miliar. Uang tersebut dikeluarkan dengan tujuan menghentikan penyidikan kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan, yang diduga dilakukan Anggoro, selaku Direktur PT Masaro Radiokom. Yang jadi masalah, lanjut Ahmad Rifai, kenapa Presiden percaya begitu saja terhadap testimoni tertanggal 17 Juli 2009 itu.


Selayaknya, hal itu dikonfirmasi juga ke KPK sebagai pihak yang diadukan. KPK sendiri tak bisa proaktif, sebab jika mendatangi Presiden bisa disalahartikan tak independen. "Kami curiga ada motif dibuatnya kronologi. Mungkin terkait orang yang tengah dibidik KPK," ucapnya. Satu hal penting, selaku tersangka suap, Ary Mulady terus membantah kebenaran kronologi tersebut. Ary menyebutkan, uang suap milik Anggoro itu diberikan ke seorang pengusaha bernama Anto, yang mengaku dekat dengan petinggi KPK.


Anto sendiri kini tak jelas keberadannya. Seperti diketahui, pada tahap awal penyidikan, Bibit dan Chandra disangkakan pasal penyuapan, kemudian berubah jadi penyalahgunaan wewenang karena mencabut cekal terhadap Anggoro dan obligor BLBI Joko Tjandra. Sangkaan tersebut kini kembali berganti menjadi penyuapan. (pra)


Sumber: jpnn.com
Foto: kpk.go.id

Buku: Jangan Bunuh KPK


Jangan Bunuh KPK
Item Specifics : Non-Fiksi
Author : Kumpulan Naskah Kompas ,
Category : Sosial, Politik, Budaya
Publisher : Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Indonesia
Pages : 324
ISBN : 979-709-442-3
Language : Bahasa Indonesia
Format : Softcover
Publication Year : 2009

Seorang petinggi negeri ini marah kepada KPK. Ia ingin kepemimpinan KPK berantakan dan menjadikan pimpinan komisi itu sebagai tersangka, bahkan masuk penjara. Rumor itu tampaknya mulai mewujud. Dua Wakil Ketua KPK,Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto ditetapkan sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang. Inikah akhir cerita KPK di negeri ini?

Sepak terjang KPK selama ini membuat ciut nyali para koruptor. Satu persatu pelaku korupsi diadili dan dijatuhkan hukuman penjara. Tindakan KPK yang dianggap sebagai "Superbody" ini membuat gerah para koruptor lainnya. Sehingga mereka berusaha menyerang balik dan melakukan perlawanan terhadap usaha pemberantasan korupsi. Kewenangan KPK mulai dipersoalkan, mulai dari kewenangan penyadapan, supervisi penanganan korupsi, sampai perilaku pejabat KPK. Malangnya, kasus Antasari Azhar semakin mengeruhkan KPK, sehingga ada "gerakan" membunuh KPK. Adakah usaha mereka untuk melenyapkan KPK akan berhasil?

Teks dan gambar: Buku135

Bibit Samad Rianto: The Nation Must Unite Against Corruption


VIVAnews - Corruption has become a topic of everyday conversation.


Corruption is deemed inappropriate. It is the common problem of a country. It causes a nation to decline.


Therefore, everyone must fight against it.Corruption is neither a habit nor tradition. It is none of mismanagement as well, as people see it. However, corruption is a crime.


Corruption includes bribery, extortion, committing fraud over state assets while serving a position, cheating, conflicting interests regarding procurement, gratification, and abuse of authority in order to enrich oneself or one's corporation.


In the Corruption Law (Law no.31/ 1999 juncto Law no.20/2001) corruption is divided into seven big groups and 30 offenses. The amount of money does not justify a corruption. The sum does not matter.


Thus, using issues on survival as the ground for corruption are not justifiable. One cannot commit robbery or exploit forest only to survive. If we remain in our corner and do nothing, it will become a terrible habit.


Furthermore, corruption will affect people's manner. They will not have a sense of assessing whether or not an act is categorized corruption. In other words, it will degrade their morality. They say corruption depends on the intentions (for example, paying illegal fees is justifiable if it is intended as a charity). Such a view must be opposed.


How appaling is corruption in Indonesia? According to the Corruption Eradication Commission (KPK), there were more than 31.000 corruption cases reported between 2004 and 2008. In 2008, there were more than 8000 cases reported. That means there were approximately 660 cases reported every month and 185 cases every week. That also means there were at least 37 cases reported everyday.


In conclusion, there were a lot of corruption indications that could be reported to KPK. In almost every department or institution, there was corruption case. If the investigation is set out across the country none of the areas are corruption-free.


The International Transparency gave Indonesia a Corruption Perception Index (IPK) of 2.6 in 2008 while Singapore was given 8.0.


In the past five years, KPK has prosecuted many corruptors who were coming from every level of office. Fighting corruption cannot be carried out only by prosecuting the suspects. The root of the issue must be identified. The reason for this is that although many of the corruptors have been prosecuted, corruption cases will keep on occurring as long as the root of the issue has not been found.


Corruption is like an iceberg. The action is on the surface while the root of the problem lay beneath it. Every corruption offense in every spot has its own characteristics called the corruption anatomy.


Corruption can be handled by applying repressive methods like arresting and prosecuting the suspects. Another way is by imposing preventive methods (preventing the causes of the corruption); the preemptive way, such as removing the initial cause of the corruption, can also be launched.


KPK and the authorities alone cannot deal with corruption. Every element of the nation is required in the every effort of corruption eradication.


(Teks & foto: Vivanews)