Pemeriksaan pimpinan KPK dinilai Komisi III sesuatu yang wajar. Tim pengacara menilai banyak kejanggalan.
Komisi III DPR meminta agar jajaran Kejaksaan berhati-hati menangani kasus dugaan suap dan penyalahgunaan wewenang yang menyeret Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Dua pimpinan KPK itu dinyatakan polisi sebagai tersangka kasus penyalahgunaan wewenang atas pencegahan dan pencabutan surat pencegahan atas Dirut PT Masaro, Anggoro Widjaja, dan pencekalan Joko S. Tjandra. Tuduhan suap masih terus diselidiki polisi.
“Saya sampaikan kepada Jampidsus untuk tidak main-main menangani kasus itu,” kata anggota Komisi III, Arbab Paproeka, saat Komisi bidang hukum itu menggelar rapat kerja dengan Kejaksaan, Rabu (16/9).
Sikap hati-hati penting, kata politisi PAN itu, karena sudah terlanjur berkembangan pandangan di masyarakat bahwa langkah polisi menetapkan tersangka Chandra dan Bibit serta penanganan kasus Masaro sebagai upaya melemahkan dan menghancurkan eksistensi KPK. Selain upaya polisi, rencana penghapusan sejumlah kewenangan KPK dalam pembahasan RUU Pengadilan Tipikor yang diketuai Arbab, dinilai mendegradasi KPK. Untuk itu, Arbab berharap Kejaksaan berhati-hati jika berkasnya sudah dilimpahkan polisi.
Arbab meyakini penetapan tersangka terhadap Chandra dan Bibit sudah melalui kajian mendalam. “Kalau ada penetapan tersangka tentunya sudah ada kajian,” ujarnya.
Rekan Arbab di Komisi III, Gayus Lumbuun, juga berpendapat bahwa tidak ada masalah dalam pemeriksaan Chandra dan Bibit selama penyidik sudah memiliki alat bukti permulaan yang cukup. Sebaliknya, jika KPK juga punya bukti atas dugaan suap terhadap petinggi Polri dalam kasus Bank Century, KPK juga bisa melakukan tindakan hukum. “Sejauh KPK mempunyai bukti permulaan yang cukup. Jadi bagi saya ukuran itu,” ujarnya.
Agar argumentasi yang dibangun polisi kuat dan tidak dimentahkan pengadilan, kata Gayus, polisi harus memiliki minimal dua alat bukti yang cukup. Kalau alat bukti itu kuat, dan nanti Chandra dan Bibit sudah dinyatakan sebagai terdakwa, keduanya harus berhenti dari KPK. Tetapi Gayus mengingatkan bahwa eksistensi KPK harus dijaga dan dilindungi.
Senada dengan Arbab dan Gayus, anggota Komisi III lain, Maiyasyak Johan mengingatkan bahwa pemeriksaan terhadap pejabat negara yang prestisius bukanlah sesuatu yang aneh. “Bukankah itu perintah Undang-Undang?” ujar politisi PPP ini.
Tim pengacara Chandra dan Bibit menyatakan bahwa pemeriksaan klien mereka penuh kejanggalan, terutama tentang alasan pemeriksaan yang berubah-ubah.
Sangkal Bocorkan Nama
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR, Rabu lalu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendi membantah sinyalemen telah membocorkan nama tersangka kasus Masaro sebelum ada pengumuman resmi dari kepolisian. Marwan mengaku hanya menyebut inisial C.
Penyebutan inisial C itu pun bukan inisiatif Marwan, melainkan atas desakan jurnalis yang biasa meliput di Kejaksaan. Kepada wartawan, Marwan mengaku sudah menerima SPDP dari kepolisian, dimana dalam Surat itu disebut nama tersangka. Lantaran puasa, Marwan mengaku tidak mungkin berbohong bahwa belum ada tersangka. Itu sebabnya ia hanya menyebut inisial C.
Setelah inisial C itu merebak, baru polisi mengumumkan secara resmi status tersangka terhadap Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Sebelumnya, Marwan memang meminta polisi segera mengumumkan nama tersangka agar ia tidak disebut sebagai pembocor informasi. “Sebenarnya saya sudah tahu nama tersangkanya, tetapi tidak etis kalau dikasih tahu,” ujarnya.
Agar Kejaksaan tidak salah langkah lagi, Komisi III meminta korps adhyaksa berhati-hati ketika menangani perkara Masaro itu kelak. (Rfq)
Sumber: Hukumonline
0 komentar:
Posting Komentar